Instruksi Menteri Agama No. 4/1947.

 

Pentjatat nikah.

 

Instruksi tentang kewadjiban-kewadjiban

pegawai pentjatat nikah.

 

MENTERI AGAMA.

 

Menimbang :

 

1) bahwa tentang tata-tertib dan tjara mentjatatkan nikah, talak dan rudjuk serta kewadjiban-kewadjiban pegawai/pembantu pegawai pentjatat nikah hingga kini belum ada aturan jang tersebut;

2) bahwa guna memenuhi kekurangan itu perlu diadakan peraturan.

 

 

Mengingat :

 

ajat (1) pasal 2 Undang-undang No. 22 tahun 1946 tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk.

 

 

M e m u t u s k a n :

 

Menetapkan: Instruksi sebagai berikut: "Instruksi tentang kewadjiban-kewadjiban pegawai pentjatat nikah".

 

Hal nikah.

 

Pasal 1.

 

 

(1) Oleh pegawai/pembantu pegawai pentjatat nikah, selandjutnja disebut pegawai pentjatat nikah, diusahakan supaja orang jang hendak menikah itu selambat-lambatnja seminggu sebelum pernikahan itu dilangsungkan melapurkan kehendak itu pada Balai Pernikahan, didalam wilajah mana pernikahan itu akan diadakan.

(2) Ketika melapurkan kehendak itu, maka jang hadjat nikah diantarkan oleh wali bakal si-isteri dan kaum (Lebe, Kajim, Modin, Amil), selandjutuja disebut kaum dari desa atau kampung, dimana bakal si-isteri bertempat-tinggal. Keterangan-keterangan dari mereka jang hendak menikah djangan diterima du sebelumnja dikuatkan oleh kaum.

 

Pasal 2.

 

(1) Pegawai pentjatat nikah mentjatat nama, umur, pekerdjaan dan tempat-tinggal kedua mempelai; begitu pa nama, umur, pekerdjaan dan tempat-tinggal si-wali serta wali apa. Selandjutnja perlu pa ditjatat apakah bakal si-suami itu djaka (budjang), masih terikat dengan tali perkawinan dengan orang lain (somahan) atau djanda lelaki, sedang terhadap bakal isteri ditjatat pa apakah ia perawan atau djanda perempuan dan dengan berapakah atau berupa apakah maskawinnja, akan dihutang atau akan dihajar kontan. Selain dari itu ditjatat pa nama-nama dari saksi-saksi jang turut mendengarkan keterangan mereka jang diperiksa djika saksi-saksi itu bukan pegawai pentjatat nikah, maka ditjatat pa umur, pekerdjaan serta tempat-tinggal dari saksi-saksi tersebut.

(2) Djika diantara mereka, atau kedua-duanja telah pernah kawin, maka ditjatat djuga nama, umur, pekerdjaan serta tempat-tinggal dari bekas isteri (suami); demikian pa tanggal, tahun dan nomor dari surat talak, atau keterangan kematian.

(3) Surat talak atau surat keterangan kematian oleh pegawai pentjatat nikah disimpan dalam archief Balai Pernikahan.

(4) Selandjutnja pegawai pentjatat nikah, memeriksa dengan teliti, apakah sjarat-sjarat jang dikehendaki oleh agama Islam telah dipenuhi serta apakah tidak ada kemungkinan terhadap pelanggaran agama Islam.

(5) Pemeriksaan ini ditjatat dalam daftar pemeriksaan nikah, jang tjontohnja ditetapkan oleh Menteri Agama jang kemudian ditandatangani atau tjap djempol oleh pegawai pentjatat nikah serta mereka jang diperiksanja.

 

 

Pasal 3.

 

(1) Oleh pegawai pentjatat nikah diterangkan kepada mereka jang kurang pengetahuannja tentang hukum-hukum dan maksud nikah menurut agama Islam, terutama tentang kewadjibannja suami-isteri masing-masing dan perdjandjian-perdjandjian antara suami-isteri jang boleh diadakannja, jang tidak bertentangan dengan agama Islam.

(2) Perdjandjian antara suami-isteri itu ditjatat dalam daftar pemeriksaan nikah.

(3) Apabila nikah sungguh dilangsungkan, maka turunan perdjandjian jang ditandatangani oleh pegawai pentjatat nikah harus dimuat atau dilampirkan pada surat nikah. Djuga dalam buku pendaftaran nikah, perdjandjian itu harus dimuatnja.

 

 

Pasal 4.

 

(1) Setelah pemeriksaan selesai, dan sebelum pernikahan itu dilangsungkan, maka oleh pegawai pentjatat nikah kehendak nikah itu diumumkan dengan menempelkan surat keterangan, jang dibubuhi tjap Balai Pernikahan, ditempat Balai Pernikahan.

(2) Surat keterangan itu selama 8 hari sedjak ditempelkan tidak boleh diambil atau dirobek.

 

 

Tentang akad nikah,

 

Pasal 5.

 

(1) Sebelum nikah diakadkan, maka oleh pegawai pentjatat nikah apabila bakal si-suami tidak datang bersama-sama bakal si-isteri ketika bakal si-isteri datang ke Balai Pernikahan untuk melapurkan kehendak nikah itu, dimintakannja keterangan-keterangan jang perlu-perlu guna pentjatatan nikah serta ditjotjokkannja dengan keterangan-keterangan jang telah diperolehnja dari pihak wali si-isteri, bakal si-isteri, kaum ketika pemeriksaan pertama; kemudian diterangkan kepada bakal si-suami jang kurang mengetahui tentang maksud dan hukum nikah menurut agama Islam, terutama tentang kewadjibannja suami-isteri.

(2) Apabila pernikahan jang akan dilangsungkan itu mengenai pemaduan, maka oleh pegawai pentjatat nikah diterangkan pa tentang kewadjiban-kewadjibannja terhadap isteri-isterinja menurut hukum agama Islam.

(3) Apabila oleh wali si-isteri dimintakan perdjandjian menjimpang dari pada talik talak biasa, maka oleh pegawai pentjatat nikah harus diterangkan pada bakal si-suami maka menerima perdjandjian jang dikehendaki oleh wali si-isteri itu.

(4) Djika kedua belah pihak sudah sepakat, maka nikah dapat diadakan, jang dapat dilangsungkan oleh wali sendiri, atau oleh mereka jang diberi kuasa olehnja maupun orang lain, ataupun pegawai pentjatat nikah.

(5) Apabila bakal suami berhalangan untuk menerima nikah serta mewakilkan pada lain orang, maka pegawai pentjatat nikah harus menjelidiki apakah halangannja serta kuasanja itu sah atau tidak.

(6) Setelah nikah diadakan, maka pernikahan itu ditjatat dalam buku pendaftaran nikah, kemudian pada mempelai lelaki diberi surat nikah.

 

 

Hal talak.

 

Pasal 6.

 

(1) Djika ada seorang suami jang hendak menalak isterinja, maka pegawai pentjatat nikah harus berusaha supaja suami itu datang sendiri dengan diantarkan kaum dari desa atau kampung dimana si-suami bertempat-tinggal pada Balai Pernikahan serta melapurkan kehendak itu kepadanja dengan lisan dengan membawa surat nikahnja.

(2) Apabila tidak diantarkan oleh kaum, maka harus ditanjakan apa sebab-sebabnja maka kaum tidak mengantarkannja. Pelapuran djangan terburu-buru diterima sebelumnja dikuatkan oleh kaum jang bersangkutan.

(3) Djika surat nikah telah hilang atau tidak ada lagi padanja, maka pegawai pentjatat nikah berusaha mendapat salinan surat nikah berhubungan dengan pegawai pentjatat nikah jang mengeluarkan surat nikah tersebut.

(4) Pegawai pentjatat nikah memeriksa apakah isteri jang akan ditjerai itu bet isteri si-suami jang akan mendjatuhkan talaknja dengan mentjotjokkan keterangan si-suami dengan surat nikah itu. Djika dipandang perlu pegawai pentjatat nikah memanggil isterinja untuk didengarnja

(5) Setelah itu, maka wadjiblah atas pegawai pentjatat nikah berdaja-upaja supaja si-suami tidak melandjutkan maksudnja dengan memberi nasehat serta memperingatkan pada hadith Nabi (s.a.w.) jang bersangkut-paut dengan pertjeraian.

 

 

Pasal 7.

 

(1) Djika usaha pegawai pentjatat nikah tidak berhasil, maka olehnja diperingatkan supaja si-suami sekali lagi memikirkan halnja serta diperintahkannja supaja si-suami seminggu lagi kembali pada Balai Pernikahan.

(2) Apabila seminggu kemudian si-suami masih tetap pada pendiriannja, maka pegawai pentjatat nikah menjelidiki apakah si-suami telah mentjukupi sjarat-sjarat untuk mendjatuhkan talak, kemudian mentjatat tanggal pelapuran talak itu serta nama, umur, pekerdjaan dan tempat-tinggal jang menalak dan jang ditalak sebab-sebabnja pertjeraian, talak apa dan talak jang keberapa; nomor dan tanggal surat nikah; dimana pernikahan du dilangsungkan; nama, umur, pekerdjaan dan tempat-tinggal saksi-saksi dan nama, pangkat dari pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran talak itu dan waktu iddahnja.

(3) Kemudian pegawai pentjatat nikah memperingatkan si-suami akan aturan bertjerai menurut agama Islam terutama akan kewadjibannja terhadap isterinja selama iddah.

(4) Selandjutnja jang hendak menalak isterinja itu disuruh iqror mendjatuhkan talaknja disaksikan oleh dua orang pegawai pentjatat nikah.

(5) Dalam selambat-lambatnja satu minggu surat talak harus disampaikan pada si-isteri jang ditalak. Djika si-isteri tidak dipanggil dan didengarnja maka pegawai pentjatat nikah harus memberi surat talak kepada isteri jang ditalak itu dengan perantaraan pegawai pentjatat nikah, diwilajah mana si-isteri bertempat-tinggal.

(6) Djuga pegawai pentjatat nikah, jang mengawasi perkawinan du, harus selekas mungkin diberitahukan pa tentang pertjeraian ini. Oleh pegawai ini, didalam buku pendaftaran nikah dimana pernikahan itu ditjatat, ditis (dalam kolom keterangan) bahwa si-isteri telah ditjerai, diterangkan pa tanggal serta menurut pelapuran dari pegawai pentjatat nikah mana.

(7) Selambat-lambatnja sepuh hari sebelum waktu iddah habis, maka pegawai pentjatat nikah, jang memerima lapuran tentang talak itu, harus berusaha dengan perantaraan kaum supaja si-suami merudjuk kembali isterinja.

 

 

Hal rudjuk.

 

Pasal 8.

 

(1) Djika ada seorang suami hendak merudjuk isterinja, maka pegawai pentjatat nikah harus berusaha supaja si-suami datang sendiri ke Balai Pernikahan dengan diantar oleh kaum jang bersangkutan dengan membawa surat talaknja.

(2) Apabila surat talak telah hilang, atau tidak ada lagi, maka pegawai pentjatat nikah jang menerima lapuran harus berusaha mendapat salinan dari surat talak itu dari pegawai pentjatat nikah jang mengeluarkan surat talak tersebut.

(3) Pegawai pentjatat nikah memeriksa surat talak serta mejatakan apakah rudjuk itu didjalankan masih dalam waktu iddah serta menjelidiki apakah sjarat-sjaratnja dan rukunnja rudjuk telah dipenuhi.

(4) Kemudian pegawai pentjatat nikah memperingatkan pada jang merudjuk pada hukum agama Islam jang bersangkut-paut dengan rudjuk.

(5) Kemudian jang merudjuk disuruhnja iqror disaksikan oleh dua orang pegawai pentjatat nikah.

(6) Setelah itu pelapuran ditjatat dalam buku pendaftaran rudjuk dengan disebutkan pa nama, umur, pekerdjaan dan tempat-tinggal jang merudjuk dan jang dirudjuk, serta turut siapa si-isteri itu pada waktu dirudjuk, begitu pa nama, umur, pekerdjaan dari saksi-saksi dan pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran. Pegawai pentjatat nikah memperingatkan pada jang merudjuk supaja si-isteri apabila pada waktu dirudjuk tidak hadir diberitahu tentang rudjuk itu setjepat mungkin.

(7) Selambat-lambatnja dalam satu minggu sesudah pelapuran itu pegawai pentjatat nikah memberitahukan tentang rudjuk itu pada isteri jang dirudjuk. Djika si-isteri jang dirudjuk, bertempat-tinggal diwilajah pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran rudjuk, maka sebaiknja si-isteri itu didatangkan di Balai Pernikahan diberitahu tentang rudjuk itu serta akibat-akibat dari rudjuk itu, serta diserahkan padanja surat rudjuk.

(8) Apabila si-isteri itu bertempat-tinggal diluar wilajah pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran rudjuk, maka pegawai pentjatat nikah itu harus berhubungan dengan pegawai pentjatat nikah diwilajah mana si-isteri bertempat-tinggal dengan permintaan supaja melaksanakan apa jang tersebut pada ajat 7 pasal ini.

(9) Djika rudjuk didjalankan pada Balai Pernikahan lain dari pada dimana pelapuran talak atau nikah dilangsungkan, maka pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran rudjuk, harus memberitahu pada pegawai pentjatat nikah jang mengawasi nikah du serta pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran talak, dengan permintaan supaja rudjuk itu ditjatat seperlunja dalam buku pendaftaran masing-masing.

(10) Pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran rudjuk dari pegawai pentjatat nikah lain menurut ajat (9) pasal ini mentjatat pelapuran rudjuk dalam kolom keterangan dari buku pendaftaran nikah (talak) seperlunja, kemudian membubuhi paraf dan tinggal dibawah tjatatan ini.

 

 

Lain-lain kewadjiban.

 

Pasal 9.

 

(1) Pegawai pentjatat nikah bertanggung-djawab terhadap tata-tertibnja pengisian serta pemeliharaan buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk. Pegawai pentjatat nikah tidak boleh mentjoret, memalsu, mengubah atau menambah tjatatan buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk dengan tidak beralasan. Segala tjatatan dalam buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk harus disandarkan atas keterangan-keterangan dari jang berkepentingan serta pelapuran-pelapuran dari pegawai pentjatat nikah dari lain daerah. Tiap-tiap tjoretan, tiap-tiap pemalsuan tambahan, atau perubahan jang tidak menurut peraturan ini serta tiap-tiap pelanggaran terhadap peraturan ini, jang dapat merugikan orang jang berkepentingan maka mereka ini dapat meminta kerugian pada pegawai pentjatat nikah jang bertanggung-djawab.

(2) Buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk oleh pegawai pentjatat nikah pada tiap-tiap tiga ban dikirimkan pada kepala pegawai pentjatat nikah jang bersangkutan untuk diperiksa seperlunja.

Setelah diperiksa, maka oleh kepala pegawai pentjatat nikah dibuat proses-perbal tentang pemeriksaan tersebut. Sehelai proses-perbal ini dikirimkan selekas mungkin pada Kementerian Agama.

(3) Djika dalam pemeriksaan itu ternjata terdapat pelanggaran atau kedjahatan, maka kepala pegawai pentjatat nikah oleh karena djabatannja wadjib melapurkan pelanggaran itu pada jang berwadjib.

(4) Buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk harus dipelihara, disimpan serta didjaga dengan baik-baik djangan rusak atau sedemikian rupa hingga tidak dapat dipergunakan lagi.

 

 

Hukuman djabatan.

 

Pasal 10.

 

(1) Pegawai pentjatat nikah jang melalaikan kewadjibannja sebagai tersebut pada pasal 8 ajat 1, 2 dan 4 atau melakukan perbuatan jang mentjemarkan kehormatan golongan pegawai pentjatat nikah atau menghilangkan kepertjajaan, baik didalam maupun diluar djabatannja dapat diberi hukuman djabatan.

(2) Hukuman djabatan itu ialah:

a. Hukuman petjat.

b. Hukuman turun pangkat atau tingkat.

c. Hukuman potong gadji.

d. Hukuman tidak dapat naik gadji pada waktu jang semestinja.

e. hukuman tidak dapat naik pangkat atau tingkat pada waktu jang seharusnja.

f. Hukman tegoran

(3) Djenis hukuman-hukuman itu didjatuhkan menurut besar-ketjilnja kesalahan.

 

 

Pasal 11.

 

(1) Jang berhak memberi hukuman djabatan pada pegawai pentjatat nikah jang berpangkat Penghu atau wakil Penghu ialah Menteri Agama atau pegawai tinggi jang ditundjuk olehnja, sedang jang berhak memberi hukuman djabatan ialah Kepala Djawatan Agama Daerah atau wakilnja.

(2) Hukuman djabatan, baru boleh didjatuhkan apabila telah ada us dari Penghu atau Kepala Djawatan Agama Daerah jang disertai dengan alasan-alasan jang tepat setelah diadakan penjelidikan jang seksama jang membenarkan tuduhan-tuduhan itu.

(3) Lamanja hukuman potong gadji ialah satu ban sampai setengah tahun, dan djumlahnja ialah sebanjak-banjaknja seperempat dari gadji banan.

(4) Sebelum mendjatuhkan hukuman djabatan, Kepala Djawatan Agama atau wakilnja memberi lapuran jang lengkap pada Kementerian Agama.

 

 

Pasal 12.

 

(1) Apabila pelanggaran terhadap peraturan ini sedemikian rupa, sehingga jang melakukan pelanggaran itu dapat dituntut dimuka Pengadilan, maka selama perkara jang kena hukuman djabatan ini masih tergantung pada Pengadilan, hukuman djabatan tidak didjalankan terhadap orang jang melakukan perkara itu.

(2) Djika orang jang kena hukuman djabatan dituntut dimuka Pengadilan sebelum hukuman djabatannja diputuskan, maka keputusan tentang hukuman djabatannja itu diundurkan sampai perkaranja mendapat keputusan pengadilan.

 

 

Aturan tambahan.

 

Instruksi ini disebut "Instruksi tentang kewadjiban pegawai pentjatat nikah" serta mai berlaku pada 17 Agustus 1947.

 

Jogjakarta, 24 Djuni 1947.

K. H. FATHOERRAHMAN.

 

 

 

PENDJELASAN UMUM.

 

Maksud peraturan ini ialah untuk mengatur:

 

1. Tjara memeriksa mereka jang menikah, menalak dan merudjuk.

 

2. Tjara mengakadkan nikah, memberi tuntutan mengiqrorkan talak dan rudjuk.

 

3. Tjara mengisi buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk.

 

Ketjuali itu mengatur pa kewadjiban-kewadjiban pegawai pentjatat nikah jang bersangkut-paut dengan hal-hal tersebut diatas.

Hingga kini belum ada peraturan jang tertentu sehingga masing-masing mempunjai tjara-tjara sendiri-sendiri. Hal serupa ini patut diubah serta patut diadakan peraturan jang satu untuk seluruh tanah Djawa dan Madura. Pasal 2 ajat (1) Undang-undang No. 22 tahun 1946 tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk hanja mengharuskan membuat tjatatan tentang segala nikah jang diakadkan dibawah pengawasan pegawai pentjatat nikah, serta tentang talak dan rudjuk jang diberitahukan kepadanja, tetapi belum ditentukan pa bagaimana tjara-tjaranja. Peraturan ini dimaksudkan pa untuk mengisi kekurangan itu.

 

Selandjutnja berhubung belum ada peraturan tentang tjara-tjara mengisi buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk sering terdjadi peristiwa-peristiwa jang gandjil jang apabila diadakan peraturan dapat ditjegah, umpamanja:

 

a. Ada seorang isteri A, telah ditalak oleh suaminja B, kemudian setelah habis iddah kawin lagi dengan C, dengan C ini djuga tidak tjotjok ingin tjerai tetapi si C tidak mau mendjatuhkan talak; mestinja isteri A harus mengadu pada Pengadilan Agama, akan tetapi oleh karena ini dipandangnja sukar, sedang ia (A ingin lekas tjerai dan kawin lagi dengan djalan jang mudah, maka A minta salinan surat talak jang lama; dan dengan ini dapat menikah lagi dengan lain orang). Hal serupa ini mestinja tidak boleh, sebab A masih terikat dengan tali perkawinan jang sah dengan C, sedang si A pun melanggar pasal 279 Buku Hukum Pidana. Berhubung belum ada peraturan jang dapat mentjegah kedjadian serupa ini maka peristiwa serupa ini sering terdjadi.

b. Sering pa terdjadi seorang isteri ditalak oleh suaminja, kemudian dirudjuk kembali. Tetapi oleh karena kelalaian pegawai pentjatat nikah, rudjuk tidak disampaikan pada si-isteri. Kemudian sesudah habis iddah dan merasa tidak dirudjuk kembali, si-isteri kawin lagi dengan lain orang. Tiba-tiba datanglah suami jang lama, sehingga perkawinan jang baru itu dibatalkan. Peraturan ini bermaksud pa mentjegah kedjadian-kedjadian tersebut diatas itu. Selandjutnja peraturan ini mewadjibkan pada pegawai pentjatat nikah supaja memberi nasehat-nasehat, keterangan-keterangan jang sebenarnja tentang hukum agama Islam jang mengenai nikah, talak dan rudjuk pada mereka jang hendak menikah, menalak atau merudjuk, jang kurang mengetahui tentang hukum-hukum jang bersangkut-paut dengan nikah, talak dan rudjuk itu. Banjak terdjadi pertjeraian tidak djadi dilangsungkan atau suka merudjuk kembali setelah pegawai pentjatat nikah memberi nasehat atau penerangan tentang hal talak dan rudjuk, akan tetapi berhubung belum ada aturan, maka djarang sekali pegawai pentjatat nikah memberi nasehat atau penerangan itu, sehingga pada masa ini djumlah talak hampir sama (kurang-lebih 3/4) dengan djumlah pernikahan, sedang djumlah rudjuk sangat sedikitnja.

 

 

PENDJELASAN PASAL-PASAL.

 

Pasal 1.

 

(1) Dalam praktek jang datang melapurkan pada pegawai pentjatat nikah, ialah wali, bakal si-isteri, kaum dari kampung atau desa, dimana bakal si-isteri bertempat-tinggal dan seorang saksi.

Bakal suami biasanja pada melapurkan itu tidak atau djarang diperiksanja, pemeriksaan bakal suami dilangsungkan pada waktu nikah akan diakadkan.

(2) Kaum perlu dibawa, sebab kaum jang dianggap sebagai orang jang mengetahui hal-ihwal penduduk didesa atau kampungnja, dapat memberi keterangan-keterangan jang dibutuhkan oleh pegawai pentjatat nikah. Dari itu harus diandjur-andjurkan pada kaum, supaja selalu berhubungan rapat dengan penduduk diwilajahnja masing-masing, terutama dengan Kepala Rukun Tetangga.

Kaum diwadjibkan menjelidiki lebih du tentang kebenaran keterangan-keterangan jang nanti akan disampaikan pada pegawai pentjatat nikah. Pelapuran-pelapuran itu tertis dalam sebuah buku jang dikuatkan oleh Kepala Kampung (Lurah Desa) (Lihat tjontoh).

Djika menurut adat-istiadat disalah satu daerah tiada ada kaum, umpamanja di Djakarta-Kota, maka keterangan kaum dapat diganti dengan keterangan Lurah Kampung (Kepala Desa) (Lihat tjontoh).

 

 

Pasal 2.

 

(2) I. Nama.

Banjak terdjadi orang mengaku bernama A, jang sebetnja bukan itu namanja. Peristiwa sedemikian itu banjak terdjadi dikota-kota besar, dimana penduduknja tidak tetap, sering bertukar-tukar, sehingga kaum djuga belum begitu kenal-mengenal pada penduduknja diwilajahnja masing-masing, terutama dikota-kota banjak pengungsi, maka agak sedikit sukar untuk menjelidiki tentang kebenaran dari keterangan jang disampaikan pada pegawai pentjatat nikah. Dari itu dikota-kota terlebih-lebih perlu diandjur-andjurkan pada kaum supaja berhubungan rapat dengan penduduknja terutama dengan Kepala Rukun Tetangga. Biasanja penduduk jang suka berpindah-pindahan itu termasuk dalam golongan pegawai negeri, kaum buruh atau pedagang serta biasanja kantor-kantor perusahaan-perusahaan atau lain-lain jang mengeluarkan legitimatie-bewijs, hendaknja legitimatie-bewijs itu diperiksa pa.

 

 

II. Umur.

Dari para mempelaipun penting pa, diandjur-andjurkan djangau sampai anak-anak dibawah umur dinikahkan. Hendaknja diperingatkan pada walinja tentang manfaatnja dan madhorotnja dari perkawinan dibawah umur bersandar atas Hadith Nabi

s.a.w.

 

Koidah usijah:

Madhorotnja lebih besar dari pada manfaatnja; manfaatnja ialah antara lain umpamanja djika ada seorang tua merasa akan meninggal dunia sedang kuatir sekali tentang anaknja perempuan, kepada siapakah ia mempertjajakan anak perempuan itu, maka sebaiknja ialah bakal suaminja, jang besok harus pa memeliharanja. Dengan djalan demikian, maka anak dan harta-benda lantas terpelihara.

Pertimbangan itu dapat dibilang tepat terlebih-lebih du memang belum ada rumah piatu jang teratur baik serta belum ada budel-kamer.

Djuga peristiwa pernikahan Raslah s.a.w. dengan Siti Aisjah dibuat mendjadi alasan untuk mengandjurkan pernikahan dibawah umur. Akan tetapi djika dilihat dari sudut luas, maka ternjata, bahwa ketika Raslah s.a.w. nikah dengan Siti Aisjah, maka Raslah baru kehilangan Abu Tholib serta Siti Chadidjah, kedua-duanja mempunjai pengaruh besar di masjarakat Quraisj; sehingga Raslah kehilangan bantuan jang amat besar sekali untuk kepentingan Islam. Pada saat itu hanja Abu Bakar r.a. sadja jang tertua dalam kalangan Quraisj, serta jang ditunduki oleh para kaum Quraisj, berhubung dengan usia beliau. Dari itu untuk semata-mata kepentingan Islam Raslah mengambil tindakan untuk mengawin Siti Aisjah, agar mendapat bantuan jang besar. Djika tidak begitu, mungkin djalannja riwajat tidak sebagai sekarang. Agama Islam mungkin terhambat kemadjuannja.

Dari itu salah suatu pendapat dari ahli fiqh ialah Ibnu Sjubrumah 400 tahun jang lalu dalam kitab Mahalli djuz 9 muka 459, ialah bahwa tentang halnja Siti Aisjah (pernikahannja dengan Raslah s.a.w.) adalah chusus bagi Nabi s.a,w. seolah-olah ia (Aisjah) diberikan kepada Nabi s.a.w. sebagai djuga Nabi s.a.w. bersuami lebih dari 4 orang, sedang untuk ummat manusia biasa, hanja diperbolehkan nikah dengan 4 orang sadja.

Dari itu ummat manusia djuga hanja diperbolehkan nikah dengan isteri jang sudah akil baligh.

Sedang dalam kitab Nahajat Muchutadi djuz 6 katja 182 diterangkan, bahwa jang utama ialah menikah dengan isteri jang sudah akil baligh.

Adapun madhorotnja lebih banjak dari pada manfaatnja, umpamanja:

 

a. Pernah kedjadian beberapa kali ada seorang menikahkan anaknja dibawah umur, kemudian si-suami pergi ke Mekkah untuk bermukim, sedang perkawinannja tidak pakai taliq al talaq. Kemudian sesudah anak mendjadi baligh perang petjah hingga sekarang tidak ada kabar dari sang suami, sedang sudah banjak orang jang melamar si-perempuan itu. Tentu dapat dibajangkan bagaimana melaratnya si-isteri itu, sebab sebagai diketahui, orang isteri hanja mempunjai 4 djalan untuk mendapat pertjeraian, jakni chu‘, sjiqaq, fasah dan penuduhan pelanggaran taliq al-talaq.

Oleh karena sjarat-sjarat jang ditentukan untuk menempuh salah satu djalan itu tidak ada, maka si-isteri tetap melarat adanja. Dilihat dari sudut agama Islam tentang pernikahan, maka maksud dari pernikahan itu ialah antara lain untuk:

 

1. Supaja mendapat keturunan. Djika demikian, maka untuk mendjaga bahwa turunan itu baik, jang dibutuhkan bet oleh nusa, bangsa dan agama kita jang baru sadja merdeka, maka kemungkinan-kemungkinan jang dapat mengurangkan kesehatan, ketjerdasan, kepandaian dari bangsa kita itu harus ditjegah. Salah satu jang dapat mengurangkan kesehatan, ketjerdasan, kepandaian, ialah perkawinan dibawah umur, sebagai telah dibuktikan oleh para tabib jang mashur-mashur. Dari itu di Negeri-negeri Islam jang lain sebagai di Turky, Syrie, Irak (Undang-undang tertanggal 8 Muharram 1336 atau 17 Mei 1937). Mesir (Undang-undang tertanggal 11 Desember 1924), Afghanistan (Undang-undang tahun 1921). Iran (Perzie pada Undang-undang tahun 1931), India (Undang-undang tahun 1928) pernikahan dibawah umur telah dilarang. Djuga dilain-lain negara dimana penduduknja banjak jang menganut agama Islam sebagai di Albania, Yugoslavia, Rumania, Bgarie dan Criek, perkawinan dibawah umur telah dilenjapkan.

 

2. Maksud nikah itu ialah untuk menghalalkan pertjampuran antara laki-isteri jang djika belum nikah, maka haram adanja. Dari itu kewadjiban-kewadjiban si-laki sebagai membajar maskawin nafkah, kiswah dan sebagainja, baru lahir, djika sudah bakda duch, djika sudah tamkinattam, djika si-isteri telah menjerahkan badannja pada si-laki. Djika demikian, maka tidak ada perlunja mengchalalkan pertjampuran jang belum ada.

 

b. Sunnah si-gadis diminta menontoni bakal suaminja sedang makruh djika gadis dipaksa, apabila dipaksa harus pa beberapa sjarat dipenuhi antara lain antara si-wali mudjbir dan sigadis tidak ada permusuhan, walaupun permusuhan bathin begitu pa antara si-gadis dan bakal suaminja. Djika demikian, maka bagaimana dapat ditentukannja, apabila antara bakal suami dan bakal isteri serta bakal isteri dan wali mudjbirnja itu ada permusuhan atau tidak, dan bagaimana dapatnja ditentukan si-anak telah memberi idzin atau tidak, sedang maksud tentang pernikahanpun belum mengerti. Semua-mua itu membutuhkan bahwa si-isteri telah tjukup umur untuk menentukan mana jang baik, mana jang tidak baik untuk dirinja sendiri.

c. Si-wali mudjbir mengawinkan atau hanja diperbolehkan mempergunakan hak memaksa itu semata-mata untuk kepentingan anaknja, supaja anak (tjutjunja) berbahagia dengan perkawinan itu. Djika anak peremupuan itu masih anak-anak, sudah barang tentu belum dapat menentukan, apakah ia suka (tjinta) pada bakal suaminja atau tidak, sebab belum berahi. Djika nanti sesudah berahi, maka achirnja tidak suka bagaimana hanja dengan anak itu. Sebagai diketahui djalan untuk mendapat pertjerain bagi pihak perempuan hanja terbatas adanja.

d. Selain dari pada itu hendaknja pa diperhatikan aturan-aturan jang bersangkut-paut dengan urusan negara. Menurut pasal 288 Buku Hukum Pidana, maka barangsiapa jang bersetubuh dengan isterinja, jang diketahui atau dapat dikira-kira, bahwa isterinja itu masih dibawah umur, dapat dihukum dengan hukuman-kurungan selama-lamanja 4 tahun djika si-isteri mendapat luka-luka; hukuman kurungan itu dapat diperpandjang hingga 8 tahun, apabila si-isteri mendapat luka-luka berat: djika luka-luka itu sampai mendjadi wafatnja si-isteri, maka hukuman dapat diperpandjang hingga 12 tahun.

Berhubung dengan hal-hal tersebut diatas serta mengingat, bahwa di Negeri Islam lain, pernikahan dibawah umur telah dilenjapkan, maka sudah sepatutnja djika pegawai pentjatat nikah berusaha serta mengandjurkan agar supaja pernikahan dibawah umur tidak terdjadi lagi.

 

III. Wali.

Sering terdjadi seorang perempuan mengaku sudah tidak punja wali lagi, sebetnja masih mempunjainja. Peristiwa sedemikian itu kebanjakan terdjadi dikota-kota besar, dimana penduduknja tidak tetap, teristimewa ditempat-tempat jang banjak pengungsinja. Pemeriksaan soal wali hendaknja didjalankan dengan teliti, akan tetapi djuga djangan sedemikian rupa sehingga hadjat menikah sampai terhalang. Di Indonesia ini hanja terdapat wali nasab dan wali‘an. Wali walak tidak ada. Sebagai diketahui jang dapat mendjadi wali ialah asabat (agnati) serta menurut urutan jang tertentu jakni:

 

1. Ajah, kakak (ajahnja ajah) kakek bujut, mojang dan seterusnja.

2. Saudara lelaki terdekat gradnja, diantara turunan ajah (saudara lelaki seibu seajah kemudian saudara lelaki seajah sadja kemudian turunan lelaki dari saudara lelaki seibu seajah dan seterusnja).

3. Saudara lelaki jang terdekat gradnja, diantara turunan kakek (saudara) ajah lelaki (paman) seibu seajah, kemudian saudara ajah lelaki seajah sadja, kemudian turunan-turunan lelaki dari paman-paman itu.

Kakek lambung (wedrah, zijlinie) saudaranja kakek seibu sebapak, kemudian kakek lambung sebapak sadja; selandjutnja turunan lelaki dari kakek-kakek lambung ini. Kemudian kakek bujut lambung, saudara lelaki sebapak sadja, seterusunja turunan lelaki dan kakek bujut lambung dan seterusnja.

Seterusnja wali walak, jang di Indonesia ini tidak terdapat: apabila wali nasab, wali walak, tidak ada maka baru pernikahan harus dilangsungkan dengan wali Hakim.

Selandjuntnja hendaknja diperhatikan, bahwa seorang wali harus beragama Islam telah akil baligh, sehat pikirannja, adil tidak bisu dan ti; apabila wali aqrab, tidak memenuhi salah satu sjarat-sjarat ini, maka kewalian beralih pada wali ab‘ad.

Selain dari apa jang tersebut diatas tentang wali Hakim, maka pernikahan harus pa dilangsungkan dengan wali Hakim apabila:

1. Walinja enggan mewaleni (mogok, minta bajaran tidak mufakat, bersembunji dan sebagainja)

2. Walinja sendiri akan kawin dengan si-isteri sedang tidak mempunjai wali lagi jang sesama (segrad) dengan wali jang akan nikah itu,

3. Walinja mafkud,

4. Walinja berada didjarak jang djauh, lebih dari 92,50 km dari tempat-tinggal si-isteri.

5. Walinja sedang menderita sakit pitam (djawat ajat).

6. Walinja ada didalam tahanan (pendjara) dan tidak dapat ditemui.

7. Isteri menderita sakit madjenun, sedang tidak mempunjai wali mudjbir.

Perlu diperingatkan disini, bahwa bakal si-isteri, itu harus telah akil baligh, bakal si-suami sekufu dengan si-isteri; apabila si-isteri tidak keberatan tentang hal tidak sekufu itu, maka dapat pa pernikahan dilangsungkan.

Adapun tjara bakal si-isteri meminta pada Hakim supaja perkawinan dilangsungkan dengan wali Hakim dapat didjalankan sebagai berikut:

Kami minta pada Tuan Hakim, supaja kami dinikahkan dengan (nama bakal si-suami) dengan maskawin sebesar (besarnja maskawin) hutang (kontan).

Sedang Hakim dapat mengakadkan nikah itu sebagai berikut:

Saudara (nama si-laki) kami menikahkan kamu dengan (nama si-isteri) jang telah meminta idzin pada kami, dengan maskawin (besarnja maskawin) hutang (kontan).

 

IV. Ta‘lik talak jang diutjapkan oleh si-laki sesudah nikah.

Antara suami-isteri dapat diadakan perdjandjian-perdjandjian biasanja di Tanah Djawa dan Madura si-suami menggantungkan talaknja serta talak itu djatuh, apabila si-suami melanggar djandjinja sendiri. Lain dari pada ta‘lik talak itu dapat pa diadakan perdjandjian antara laki-isteri asal sadja tidak melanggar hukum-hukum agama Islam umpamanja ,,Djika saja memadu isteri saja dengan tidak idzinnja, maka djatuh talak saja 1 atas isteri nama si-Fan”. Hal-hal serupa ini oleh pegawai pentjatat nikah diterangkannja.

Ta‘lik talak serta lain-lain djandji ditjatat dalam buku pendaftaran nikah. Apabila pernikahan djadi didjalankan maka dalam surat nikah itu harus pa ditjatat perdjandjian-perdjandjian jang telah disetudjuinja serta diutjapkan pada waktu akad nikah.

Dalam surat nikah jang sekarang telah ditjetak pa ta‘lik talak jang biasa berlaku untuk Tanah Djawa dan Madura.

 

V. Djanda atau perawan.

Ini wadjib pa diperiksa dengan teliti, sebab hukum serta sjarat-sjarat terhadap djanda dan perawan berlainan.

Kadang-kadang terdjadi seorang isteri, jang ditinggalkan suaminja untuk beberapa lama, mengaku masih perawan serta ingin kawin dengan lain orang, sedang sebenarnja masih terikat dengan tali perkawinan jang sjah dengan suaminja jang du.

 

Kemudian datanglah suami jang lama, sehingga mendjadi perkara. Perempuan jang sedemikian itu dapat dituntut menurut pasal 229 (bigamie) Buku Hukum Pidana.

 

Perlu sekali pegawai pentjatat nikah, apabila pada pemeriksaan ia ragu-ragu apakah seorang isteri jang diperiksa itu masih perawan atau tidak, memberi pendjelasan tentang akibat-akibat tersebut diatas, apabila keterangan-keterangan jang diberikan oleh si-isteri atau wali si-isteri itu, atau kaum tidak sesuai dengan keadaan jang sebenarnja. Pada masa sekarang ini banjak pengungsi terutama dari daerah pertempuran, mendjadi sukar sekali untuk mendapat keterangan jang sebenarnja. Keadaan sedemikian itu adalah keadaan dhorurat, apabila pegawai pentjatat nikah ragu-ragu tentang keterangan jang diberikan oleh jang berkepentingan, hendaknja isteri itu disumpah sadja, sedemikian itu mendjaga djangan sampai mempersukar orang jang hendak menikah dengan sjah jang harus dipandangnja lebih utama, dari pada nanti hidup bersama dengan lelaki dengan tidak menikah. Perlu pa kaum dilatih, diperdalam ilmu agamanja, djangan sampai suka memberi keterangan tidak benar.

Apabila jang diperiksa itu djanda, maka harus diminta surat talaknja. Djika surat talak telah hilang atau tidak ada lagi, maka pegawai pentjatat nikah harus berusaha mendapat salinan surat talak itu dari pegawai pentjatat nikah jang mengeluarkan surat talak itu. Apabila djanda mati maka harus dimintanja dari jang berkepentingan surat keterangan kematian dari Kepala (Lurah) desa (kampung), dimana si-djanda bertempat-tinggal menurut tjontoh terlampir ini.

Kemudian diselidiki lebih landjut, apakah pernikahan itu akan dilangsungkan sesudah habis 'iddah dan apakah ada kemungkinan bahwa djanda itu telah dirudjuk kembali atau tidak.

Untuk menghindarkan keragu-raguan itu maka pegawai pentjatat nikah harus berusaha mendapat keterangan dari pegawai pentjatat nikah jang mengeluarkan surat talak itu. Kesukaran-kesukaran akan terdapat, apabila menemui pengungsi-pengungsi dari daerah pertempuran, sedang meminta keterangan dari pegawai pentjatat nikah dari daerah jang diduduki Belanda (Surabaja, Semarang. Bandung dan lain-lain), pada masa sekarang itu belum mungkin. Ada kalanja seorang pengungsi isteri mengaku telah ditalak oleh suaminja serta telah luar dari iddahnja atau menerangkan, bahwa suaminja telah mati dimedan pertempuran. Mengingat keadaan sekarang jang serba sit ini, keadaan dhorurat, serta mengingat bahwa lebih maslachah apabila pernikahan itu dipermudah dari pada dipersukar, sebab mungkin mereka akan berga bersama-sama dengan tidak menikah, maka djika ada kedjadian jang serupa itu hendaknja pegawai pentjatat nikah memperkuat keterangannja dengan sumpah menurut nass dari Kitab Muhadzab djuz 2 katja 303.

Djika ada orang datang mendakwa dan menerangkan bahwa ia bebas dari sesuatu, maka pengakuan itu diterima setelah ia mendjalankan sumpahnja.

Apabila maksud seorang djanda, jang telah ditalak untuk kawin lagi, sungguh dilangsungkan, maka pegawai pentjatat nikah jang melangsungkan atau menjaksikan pernikahan itu, memberi kabar pada pegawai pentjatat nikah jang mengeluarkan surat talak du sebagai berikut:

 

Karanganjar (Kabupaten Demak)

tanggal 13 Mei 1947.

 

Hal: Nikah.

No. 76/1947.

 

Assalamu‘alaikum w.w.

 

M e r d ek a !

Bersama ini dipermaklumkan bahwa seorang perempuan bernama A, jang telah ditalak oleh suaminja B pada tanggal .......... 1947, di Kenaiban Tuan (surat talak No. 0057/15/1947) telah menikah lagi pada tanggal .......... 1947 dengan C (surat nikah No. 0357/1947). Diminta supaja hal ini ditjatat dalam buku pendaftaran talak Tuan seperlunja.

 

Demikianlah.

 

Naib Karanganjar

(Kabupaten Demak)

Tanda tangan.

Tjap.

Kepada

Jth. Tuan Naib Kota

di

REMBANG.

 

VI. Tempat-tinggal.

Perlu diselidiki apakah si-isteri itu sudah lama bertempat-tinggal didesanja (kampung) apa asal dari lain daerah, apabila baru sadja bertempat-tinggal didesa (kampung) itu serta pegawai pentjatat nikah merasa kurang pertjaja pada keterangan-keterangan jang diperoleh dari isteri itu, maka baiklah minta keterangan lebih landjut (tabajun) pada pegawai pentjatat nikah dimana isteri du bertempat-tinggal. Apabila apa jang tersebut terachir ini (tabajun) tidak mungkin, berhubung tempat-tinggalnja du termasuk daerah jang diduduki Belanda, sedang hubungan tidak mungkin. (Surabaja, Semarang, Tanah Seberang) maka dapatlah pegawai pentjatat nikah menerima keterangan-keterangan itu dengan menjumpah isteri itu mengingat nass kitab Muhadzah djuz 2 katja 303 tersebut diatas. Pada masa sekarang banjak pengungsi jang mengaku masih perawan, atau telah ditalak lakinja, sedang surat talak telah hilang dan tidak mungkin minta keterangan (tabajun) pada pegawai pentjatat nikah dari tempat-tinggalnja jang dahu, sebab termasuk dalam daerah jang diduduki oleh Belanda.

Djika demikian, maka keterangan si-isteri dapat diterima, asal dikuatkan oleh sumpahnja menurut nass tersebut diatas.

VII. Agama.

Tentang agama perlu diselidiki apakah si-isteri memeluk agama Islam, apakah pernah memeluk agama lain dari pada agama Islam, djika ja sedjak kapan ia memeluk agama Islam, apakah baru-baru sadja dan hanja untuk keperluan menikah ini. Apabila si-isteri du memeluk agama Nasrani serta pemelukan agama Islam itu memang semata-mata ditundjukkan untuk mempermudah perkawinannja, djadi bukan oleh sebab kejakinan, maka sebaiknja pegawai pentjatat nikah minta keterangan sebagai termuat dalam pasal 7 ajat (3) ,,Aturan perkawinan tjampuran”. Ini hanja mendjaga agar supaja tidak ada kesalahan, sebab perkawinan sematjam itu pada hakekatnja, adalah perkawinan tjampuran. (Memeluknja agama Islam itu semata-mata ditudjukan agar supaja perkawinan itu dapat dipermudah, mendjadi tidak oleh sebab kejakinan).

Apabila bakal mempelai isteri du memeluk agama Nasrani serta telah pernah kawin, maka harus dimintakan surat tjerainja (surat tjerai ini ialah keputusan dari Pengadilan Negeri)

 

Hal-hal lain jang perlu diselidiki.

Selain dari pada itu perlu diselidiki apakah bakal mempelai isteri dan mempelai laki-laki mahram atau tidak, apakah pernikahan jang akan dilangsungkan itu dikehendaki oleh si-isteri serta tidak ada paksaan dari orang lain. Apabila bakal si-isteri itu akan dimadu, maka harus diselidiki apakah antara isteri jang akan dimadu itu masih ada tali kefamilian, sehingga tidak dapat dimadu (lihat keterangan lehih landjut dibawah ini). Kemudian apabila pegawai pentjatat nikah masih ragu-ragu bahwa bakal si-isteri itu memeluk agama Islam, maka sebaiknja disuruhnja membatja sjahadat.

Pemeriksaan ini harus ditjatat dalam buku pemeriksaan nikah (lihat kolom 4 buku pendaftaran tersebut).

(3) Sjarat-sjarat untuk lelaki jang harus diselidiki ialah:

 

1. Orang Islam jang sungguh-sungguh ke Islamannja, bukan Islam hanja akan kawin dimuka walinja sadja. Pada masa sekarang ini banjak warga-negara baru jang mengubah agama serta memeluk agama Islam.

2. Disunatkan orang jang hadjat nikah sadja jang dinikahkannja. Tak diperbolehkan orang tua memaksa anaknja lelaki akan nikah sekehendak orang tuanja sadja.

3. Makruh hukumnja orang jang tidak hadjat nikah, atau tidak mampu membajar maskawin, kiswah serta nafakah tiap-tiap hari, akan tetapi menikah, menurut hadith Nabi s.a.w.:

,,Hai anak-anak muda barangsiapa jang mampu untuk beristeri baiklah menikah, sebab sesungguhnja berkawin itu usaha jang terbaik untuk mentjegah hawa nafsu; dan mereka jang tidak mampu berpuasalah, sebab puasa dapat mentjegah sjahwat”.

Sjarat-sjarat untuk si-isteri djika masih perawan jang patut diperhatikan:

1. Sunnah diminta idzinnja si-gadis dan sunnah pa si-gadis menontoni.

2. Makruh hukumnja apabila si-gadis itu dipaksa apabila dipaksa maka harus ditetapi sjarat-sjaratnja jakni:

a. antara sigadis dan wali mudjbirnja tidak ada permusuhan jang njata.

b. antara si-gadis dan bakal suaminja tidak ada permusuhan sekalipun permusuhan bathin.

c. bakal suaminja itu mampu membajar maskawin;

d. bakal suaminja itu sebanding, setimbang (se-kupuk) dengan ia.

Apabila si-isteri itu djanda, maka perlu disini diperingatkan bahwa:

a. walinja jang mampu djuga tidak berhak memaksanja.

b. si-djanda memilik sendiri bakal suaminja;

c. djika walinja enggan untuk mengawinkan, maka ia dapat seminta supaja ia dikawinkan dengan wali Hakim.

Selandjutnja disini diperingatkan pada golongan-golongan perempuan jang tidak dapat dikawin sebagai tempat dalam surat An-Nisa ajat 22, 23, surat Al-Baqoroh ajat 229 - 230. 235 jakni:

a. bekas isteri bapak sendiri;

b. ibu sendiri;

c. anak;

d. saudara;

e. bibi (saudara bapak);

f. untju (saudara ibu).

g. perempuan jang menjusukan;

h. saudara susuan;

i. ibu isteri (mertua);

j. anak tiri (bila lelaki telah rukun dengan ibunja);

k. bekas isteri anak (menantu);

l. menghimpunkan antara dua perempuan jang bersaudara atau menghimpunkan isteri dengan bibi atau untjunja;

m. djanda isteri sebelum habis iddah;

n. isteri jang ditalak tiga kali, ketjuali setelah ia bersuami dengan laki-laki jang lain dan telah rukun dengannja kemudian bertjerai sudah habis iddah.

(5) Daftar ini harus diadakan chusus untuk pemeriksaan. Dalam praktek djuga sudah didjalankan, sedang bukunja biasanja disebut ,,buku kotoran”. Bentuknja buku pemeriksaan itu hampir sama dengan buku pendaftaran nikah. Adapun jang perlu menanda-tangani atau tjap djempol buku pemeriksaan itu ialah, wali, bakal isteri. kaum dan/atau saksi-saksi lainnja dan pegawai nikah jang memeriksa.

 

Pasal 3.

(1) Dalam praktek hanja si-isteri diperiksanja, sehingga tjuma si-isteri sadja jang dapat diberi keterangan-keterangan tentang hukum-hukum nikah menurut agama Islam, apabila kurang mengetahui tentang hukum-hukum itu, akan tetapi si-suami dapat diberi keterangan pada waktu nikah diakadkan (lihat keterangan pasal 1 ajat (2) dan pasal 5).

Kewadjiban si-isteri terhadap si-laki ialah taslim (ta‘at serta memasrahkan badannja kepada si-laki).

Antara suami-isteri di Djawa dan Madura diadakan perdjandjian-perdjandjian lazim disebut ,,ta‘lik talak”. Si-suami menggantungkan talaknja, serta talak itu djatuh apabila si-suami melanggar djandjinja sendiri.

Lain dari pada ta‘lik talak itu dapat pa diadakan perdjandjian antara suami-isteri, asal sadja tidak melanggar hukum-hukum agama Islam umpamanja: ,,Djika saja memadu isteri saja nama si-Fan dengan tidak idzinnja, maka isteri saja tidak terima serta mengadukan hal itu pada Pengadilan Agama jang bersangkutan, maka djika pengaduan dianggap sakit oleh pengadilan tersebut djatuh talak saja 1 atas isteri saja tersebut diatas”.

Hal-hal serupa itu oleh pegawai pentjatat nikah hendaknja diterangkannja.

 

Pasal 4.

(2) Maksud penempelan itu ialah supaja umum terutama keluarga dari bakal mempelai mengetahuinja. Sering kedjadian wali jang lebih berhak tidak didjadikan wali, berhubung ia tidak mengetahui tentang kehendak nikah itu. Dengan djalan pengumumuan ini, walaupun tidak sempurna akan tetapi memberi kesempatan supaja jang lebih berhak mendjadi wali, dapat menegor pegawai pentjatat nikah sehingga kesalahan itu dapat diperbaiki sebelum pernikahan dilangsunkan.

Untuk melaksanakan maksud ini, maka dikantor pantjatat nikah hendaknja disediakan papan tis (bord) jang dapat ditempeli surat keterangan itu.

Adapun surat keterangan itu dapat dibuat sebagai berikut:

 

Akan menikah

 pada tanggal .......... 1947. Si-Fan, anaknja .......... dengan Simin, anaknja .......... wali Karijo (bapak, kakek dan sebagainja) Hakim.

             tanggal        1947.

Apabila kantor djauh dari pada mesdjid, maka lebih utama, apabila papan tis itu dipasang dimesdjid, sebab dimesdjid dikundjungi oleh orang banjak terutama pada hari Djum‘ah, maka dengan djalan ini dapat tertjapai, sekalipun tidak sempurna apa jang dimaksudkan.

 

Pasal 5.

(4) Maksud pernikahan menurut agama Islam antara lain-lain ialah memperoleh keturunan, menambah ketenteraman hidup dan menambahkan damai, bersatu tjinta-mentjintai sebagai tersebut dalam ajat Alqur‘an Surat Rum ajat 21 jang mafhumnja:

 

,,Dan diantara keterangan-Nja, ialah bahwa Tuhan mendjadikan isteri-isteri bagimu jang sebangsa (manusia) dengan kamu, agar kamu berdiam dengan tenteram bersama-sama dia, dan Tuhan mengadakan tjinta-mentjintai dan kasih-sajang satu sama lain diantara kamu sekalian. Sesungguhnja dalam hal jang sedemikian itu adalah mendjadi ajat bagi kaum jang suka berpikir”.

 

Adapun kewadjiban-kewadjiban si-suami terhadap isterinja, ketjuali memberi maskawin, nafkah, kiswah, tempat-tinggal dan sebagainja, djuga mempergai dengan baik-baik sebagai termaktub dalam An-Nisa ajat 19:

 

,,Bergalah dengan isterimu dengan baik-baik, maka djika kamu bentji kepadanja (djanganlah tergesa-gesa mendjatuhkan talak). Kadang-kadang kamu membentji sesuatu barang, sedang Tuhan mendjadikan dalam barang itu beberapa kebaikan”.

 

Baik pa diperingatkan pada Hadith Nahi s.a.w. jang maksudnja, bahwa mereka jang memjakan kaum ibu itu menundjukkan budi jang luhur, sedang jang menghina mereka, ternjata rendah budinja.

Pada mereka jang bermadu patut diperingatkan pada ajat Alqur‘an. surat An-Nisa ajat 3:

 

,,Apabila kamu takut, tidak akan dapat memperlakukan isteri-isterimu dengan adil, maka kawinlah hanja dengan seorang perempuan sadja”. Dan Hadith Nabi s.a.w. jang maksudnja supaja memperlakukan isteri-isterinja dengan adil.

 

,,Barangsiapa jang memelihara dua orang perempuan, akan tetapi tidak adil memperlakukan mereka itu, maka pada hari Qiamat pada saat dibangunkan kembali dari kuburnja akan riak (sengkleh) separonja badan".

Selandjutnja harus diselidiki pa apakah antara isteri-isteri jang dimadu itu masih ada tali kefamilian sehingga tidak dapat dimadu (lihat keterangan pasal 3 ajat 3).

Sebelum nikah diakadkan, maka jang hendak mengakadkan nikah itu mengutjapkan chutbah jang maksudnja memperingatkan pada bakal si-suami supaja memelihara isterinja dengan baik-baik serta apabila terpaksa bertjeraipun dengan baik pa. Adapun chutbah itu biasanja sebagai tersebut dibawah ini, mafhumnja dengan ringkasnja ialah:

 

,,Atas nama Allah Jang Maha Murah dan Maha Asih. Segala pudji-pudjian itu bagi Allah rachmat dan salam semoga tetap pada penuntun kita Nabi besar Muhammad s.a.w. serta pada keluarga dan sahabat-sahabatnja”.

Sjahdan, maka wahai hamba Allah sekalian, termasuk pa kami sendiri, kami pesankan kepada kamu sekalian hendaklah kamu sekalian takut pada Allah (memenuhi perintah dan mendjauhi larangannja). Saudara mempelai laki-laki kami akan mengawinkan saudara menurut apa jang diperintahkan oleh Tuhan (ialah): sesudah pernikahan ini terdjadi peliharalah tali perkawinan itu dengan sebaik-baiknja, atau apabila terpaksa bertjerai maka tjerailah dengan baik-baik.

 

(Nama mempelai isteri) .

 

(Nama mempelai laki-laki dan nama bapak mempelai si-isteri) .

Saudara (nama mempelai laki-laki) kami menikahkan kamu dengan (nama mempelai isteri) anaknja perempuan (nama bapak mempelai si-isteri) jang telah mewakilkan pada kami, dengan maskawin sebesar dua perakreal contant (hutang) .

Adapun kabnja mempelai si-laki-laki sebagai berikut:

 

,,Kami menerima nikahnja dengan kami dengan maskawin tersebut”. ,

Sesudah itu kemudian diutjapkan do‘a jang maksudnja, mendo‘akan pada mempelai laki-isteri, supaja dapat hidup bersama-sama dengan rukun serta berbahagia.

 

Artinja:

,,Semoga Allah memberi berkah kepada kamu berdua dalam hidupmu sebagai laki dan isteri dan moga-moga dikumpkannja kami berdua dalam kebahagian. Rahmat dan salam moga-moga tetap berada pada djundjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. beserta segala kaum keluarga dan para sahabatnja”.

Kemudian mempelai lelaki diminta mengutjapkan ta‘lik sebagai termaktub dalam surat nikah itu.

 

Hal talak.

 

Pasal 6.

Ajat 1. Sering terdjadi seorang suami menalak isterinja dengan memberitahu tentang penalakan itu dengan surat pada pegawai pentjatat nikah dimana si-isteri pada waktu itu bertempat-tinggal. Apabila kedjadian demikian maka pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran itu, harus berhubungan dengan pegawai pentjatat nikah dimana si-suami bertempat-tinggal dengan permintaan supaja si-suami diperiksanja.

Djelasnja demikian, si-suami tinggal di A, sedang isterinja tinggal di B. Suami mengirim surat pada pegawai pentjatat nikah di B, bahwa ia menalak isterinja. Pegawai pentjatat nikah di A, supaja si-suami diperiksanja menurut aturan tersebut dalam pasal 6 itu.

Djika tidak demikian, maka ada kemungkinan, si-suami memungkiri mendjatuhkan talak, sebab surat itu dapat dipandang sebagai kinajah, dan dapat dibatalkan oleh Hakim.

 

Ajat 2. Kaum ialah instansi jang pertama kepada siapa orang harus melapurkan kehendaknja sebelum bersama-sama pergi ke Balai Pernikahan. Kaum jang mengetahui tentang hal-ihwal penduduk diwilajahnja sendiri-sendiri diwadjibkan menjelidiki lebih dahu tentang kebenaran pelapuran-pelapuran jang nanti akan disampaikan pada pegawai pentjatat nikah. Pelapuran-pelapuran itu ditis dalam sebuah buku, jang dikuatkan oleh Kepala Kampung (Lurah Desa).

 

Ajat 3. Pada masa sekarang orang banjak mengungsi kelain daerah, sedang ada kalanja tidak mungkin lagi apabila hendak menerangkan pada pegawai pentjatat nikah jang mengeluarkan surat nikah itu, sebab daerahnja diduduki oleh Belanda. Apabila demikian halnja, maka djika pegawai pentjatat nikah kurang jakin tentang kebenaran keterangan jang diberikan padanja, maka keterangan itu dapat diterima asal dikuatkan dengan sumpah beristimbat pada nass dari Kitab Muhadzab djuz 2 katja 303 tersebut diatas.

Djika ternjata bahwa orang jang hendak menalak itu sebelum memeluk agama Islam, du memeluk agama Nasrani dan kawin dengan isterinja itu setjara agama Islam, maka pegawai pentjatat nikah tidak berhak menerima pertjeraian itu. Djika demikian, maka pertjeraian harus dilangsungkan oleh Pengadilan Negeri (lihat pasal 74 Huwelijksordonnantie Christen Indonesia. Undang-undang tentang perkawinan antara bangsa Indonesia jang memeluk agama Nasrani)

Ajat 4. Sebaiknja isteri perlu didengar, agar supaja dapat diketahui dengan terang apa jang sebetnja, jang mendjadi sebab tentang pertjeraian itu. Apabila pegawai pentjatat nikah dapat mengetahui bagaimana duduknja perkara, maka kemungkinan besar usahanja untuk mentjegah maksud si-laki dapat berhasil. Mungkin pa si-isteri dapat memberi keterangan-keterangan jang berguna, pun si-isteri dapat mengemukakan keberatan-keberatannja dan pegawai pentjatat nikah dapat memberi petundjuk-petundjuk seperlunja. Selandjutnja hendaknja ditanjakan tentang nama, umur, pekerdjaan dan tempat-tinggal si-isteri, turut siapa ia pada waktu ditalak, apakah telah rukun (bakda duch), apakah maskawinnja telah dibajar, apa belum; djika belum apakah akan diminta atau akan digunakannja sebagai pengiwal (iwadh).

Apabila ada perselisihan antara laki-isteri tentang sudah atau belum rukun, maka perkara ini harus diserahkan pada Pengadilan Agama.

Ajat 5. Maksud ajat ini bukannja menghapuskan atau mengurangi hak menalak orang lelaki, akan tetapi untuk memperbaiki, mendjaga djangan sampai hak menalak itu dipergunakannja dengan sewenang-wenang, hanja terburu oleh hawa nafsu sadja.

Hadith Nabi s.a.w. jang bersangkut-paut dengan pertjeraian ialah antara lain:

Artinja:

,,Barang jang halal akan tetapi paling terkutuk ialah talak” (riwajat Abudawud).

 

Pasal 7.

Ajat 2. Sjarat-sjarat jang harus dipenuhi oleh si-suami ialah: dewasa, sehat pikirannja serta tidak dipaksa.

Terhadap matjam-matjam talak serta jang beberapa pegawai pentjatat nikah wadjib memperhatikan sebaik-baiknja dengan mengingat akan akibat-akibatnja.

Djika ada seorang suami menalak isterinja dengan tiga talak sekaligus, maka harus diperingatkan pada akibatnja, jakni bahwa si-isteri tidak dapat dirudjuk kembali malah tidak dapat dikawin kembali, ketjuali djika telah dikawin oleh orang lain du, serta telah rukun, telah ditjerai dan sudah habis iddah. Hal serupa itu sebaiknja harus ditjegah.

Pernah terdjadi, ada seorang suami menalak isterinja dengan talak tiga sekaligus ketika diselidiki lebih landjut, maka ternjata bahwa si-suami itu dipaksa mendjatuhkan talak tiga itu, agar supaja si-suami terpaksa tidak dapat merudjuk kembali serta dapat dikawin dengan jang memaksa.

Talak ch‘i hanja dapat didjatuhkan dengan persetudjuan si-isteri serta memakai iwadh (pengiwal). Talak ch‘i berakibat tidak dapat dirudjuk kembali serta djika si-suami meninggal dunia, dalam waktu iddahnja si-isteri, maka si-isteri tidak dapat bagian warisan dari peninggalannja si-suami. Banjak terdjadi, bahwa oleh karena desakan pada ahli-waris si-suami jang merasa tidak hidup lama lagi menalak isterinja dengan talak ch‘i supaja warisannja kesemuanja djatuh ketangan ahli-waris, sedang isterinja jang baru sadja ditalak tidak dapat apa-apa.

Terhadap akal-akalan serupa ini pegawai nikah wadjib awas, perlu pa diselidiki apakah si-suami du pernah menalak isterinja dan talak jang keberapakah jang du didjatuhkan itu.

Ajat 3. Aturan jang dimaksud ini antara lain jang termuat dalam Al-Qur‘an (Surah Al-Baqarah ajat 229).

 

Artinja:

,,Talak itu hanja dua kali, kemudian itu tahan (isteri-isterimu) dengan setjara patut atau tjeraikan mereka dengan baik”.

 

(Surah Al-Baqarah ajat 231):

 

Artinja:

,,Apakah kamu mentjeraikan perempuanmu, lalu hampir habis iddahnja maka tahanlah ia setjara patut atau tjeraikan ia setjara patut. Djanganlah ia kamu tahan dengan membuat kemelaratannja‘ sebagai kamu hendak menganiajanja. Barangsiapa memperbuat demikian sesungguhnja telah menganiaja akan dirinja sendiri”.

 

Adapun kewadjiban-kewadjiban suami terhadap isterinja pada waktu tjerai, membajar maskawinnja pada waktu tjerai, membajar maskawin (mahar) djika belum dibajar, dan selama iddah memberi nafakah, kiswah rida, (tempat-tinggal, pakaian, alat-alat memasak, memasak mut‘ah).

(Surah Al-Baqarah ajat 241):

 

Artinja:

,,Perempuan jang ditjeraikan itu berhak kesukaan (pemberian) dari suaminja, dengan setjara jang patut sebenarnja atas orang-orang jang takut”.

 

Selandjutnja harus diselidiki apakah laki-isteri itu telah berkump dengan baik (bakda duch) untuk menentukan maskawinnja:

 

Artinja:

,,Dan djika kamu sekalian mentjeraikan isteri-isteri kamu sekalian sebelum kamu sekalian bertjampur (duch) dengan isteri-isteri itu, sedang kamu sudah memberi mahar kepada mereka, maka bagimu setengah dari pada mahar itu, melainkan djika kamu atau orang jang menguasai aqad nikah itu memaafkan mengambil setengah dari mahar itu. Djika kamu memaafkannja, maka dengan demikian adalah lebih dekat ketaqwa. Dan djanganlah kamu melupakan kelebihan diantara kamu sekalian. Sesungguhnja Tuhan mengetahui dengan apa jang kamu kerdjakan”.

 

Ajat 4. Eqror mentjerai isterinja dapat didjalankan sebagai berikut:

 Pada hari .......... tanggal .........(Hidjrah) atau tanggal .......... (Masehi) saja, (nama si-laki) mendjatuhkan talak ke (...........) pada isteri saja nama .......... disaksikan oleh (nama-nama saksi pegawai pentjatat nikah di Kenaiban ...........).

Ajat 5 dan 6. Guna menghilangkan segala keragu-raguan maka pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran penalakan, diwadjibkan memberitahukan hal itu pada si-isteri, sebab si-suami kadang-kadang dengan sengadja atau dengan tidak sengadja tidak memberitahukan tentang pertjeraian itu pada isterinja.

Seandainja pernikahan terdjadi di A, si-isteri bertempat-tinggal di B, sedang penalakan terdjadi di C, maka pegawai pentjatat nikah di C, harus memberitahukan tentang pertjeraian itu pada si-isteri dengan perantaraan pegawai pentjatat nikah di B, sedang pegawai pentjatat nikah di A, harus pa diberitahukannja.

Ajat 7. Ajat ini menghendaki supaja pegawai pentjatat nikah berusaha merukunkan kembali laki-isteri jang telah bertjerai sesuai dengan andjuran Al-Qur‘an Surah Al-Thalaq ajat 2:

 

Artinja:

,,Apabila hampir sampai iddahnja hendaklah kamu rudjuk isterimu kembali dengan tjara jang patut”.

 

Hal rudjuk.

 

Pasal 8.

(1) Apabila ada seorang suami jang merudjuk isterinja dengan memberitahu tentang rudjuk itu dengan surat pada pegawai pentjatat nikah dimana isteri bertempat-tinggal, maka harus dikerdjakan sebagai apa jang tersebut pada pendjelasan ajat 1 pasal 6 tentang talak.

Kaum perlu dibawa, sebab kaum jang dianggap sebagai orang jang mengetahui hal-ihwal penduduk didesa atau kampungnja, dapat memberi keterangan-keterangan jang dibutuhkan oleh pegawai pentjatat nikah.

Djika menurut ada-istiadat disalah satu daerah tiada ada kaum umpamanja di Djakarta Kota, maka keterangan-keterangan kaum dapat diganti dengan keterangan Lurah (petinggi).

(3) Dalam hal ini patut diselidiki apakah si-laki mentjukupi sjarat-sjarat merudjuk sebagai telah akil baligh, sehat pikirannja serta tidak dipaksa oleh orang lain dan sebagainja. Selandjutnja apakah talak jang didjatuhkan itu talak radji, rudjuk didjalankan dalam iddah, telah rukun (bakda duch) ketika perkawinannja masih baik sebelumnja ditalak.

 

(4) Peraturan agama jang bersangkut-paut dengan rudjuk antara lain Surah Al-Thalaq ajat 2 jang berbunji dan maksudnja:

 

,,Apabila hampir sampai iddahnja, hendaklah kamu rudjuk dia kembali dengan setjara jang patut, djanganlah sampai merudjuk seorang isteri semata-mata untuk menghalang-halangi supaja isteri itu djangan sampai kawin lagi dengan orang lain, sedang dia sendiri tidak mau memelihara dengan baik-baik”.

Al-Qur‘an memerintahkan pada kita supaja merudjuk dengan tjara jang patut, dari itu pegawai pentjatat nikah hendaknja memperingatkan pada jang merudjuk apakah si-isteri telah diberitahu tentang maksud merudjuk kembali itu; selandjutnja diperingatkan, bahwa lebih maslachach memperbaharui dengan persetudjuan kedua belah pihak, serta apa-apa jang du menjebabkan pertjeraian itu dilenjapkan, agar pernikahan dapat kebahagian sebagai sediakala.

(5) Eqror rudjuk dapat didjalankan sebagai berikut:

 

Saja (nama si-laki) minta disaksikan pada (nama-nama pegawai pentjatat nikah) bahwa pada hari .......... tanggal ......... (Hidjrah), atau tanggal .......... (Masehi), bekas isteri saja, nama (nama si-isteri), jang saja talak pada tanggal .......... di Kenaiban .......... telah saja rudjuk kembali.

(10) A. Rudjuk, talak dan nikah, dapat dilakukan pada satu tempat, satu Balai Pernikahan. Djika demikian maka pentjatat tidak begitu sukar. Dalam kolom keterangan dari buku pendaftaran nikah dan talak ditjatat seperlunja.

Nomor pendaftaran nikah ditjari setelah terdapat maka kolom keterangan ditjatat:

,,Telah dirudjuk kembali pada tanggal ..........surat rudjuk Kenaiban .......... No .......... paraf, tanggal.

Begitu pa tjatatan dalam kolom keterangan buku pendaftaran talak. Dalam buku pendaftaran rudjuk kolom keterangan ditjatat pa:

,,Surat nikah Kenaiban ......... No. ......... dan surat talak Kenaiban .......... No .......... paraf, tanggal.

 

Rudjuk di A. nikah dan talak di B.

B Rudjuk talak, nikah dilakukan pada dua tempat; pentjatat mendjadi sedikit sukar, umpamanja rudjuk dilakukan di Kenaiban A; sedang nikah dan talak di Kenaiban B. Pegawai pentjatat nikah A, jang menerima pelapuran rudjuk memberitahu tentang rudjuk itu pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B. Pengawai pentjatat nikah di Kenaiban B, ini mentjatat dalam keterangan dibuku pendaftaran nikah dan talak sebagai tjatatan tersebut diatas, dengan ditambah:

,,Menurut lapuran pegawai pentjatat nikah Kenaiban A tanggal ......... No ..........

 

Rudjuk dan talak di A, nikah di B.

Rudjuk dan talak dilakukan di Kenaiban A, sedang nikah di Kenaiban B. Ketika talak didjatuhkan di Kenaiban A. sudah barang tentu pegawai pentjatat nikah di A telah memberitahu tentang talak itu pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B telah mentjatat seperlunja hal talak itu dikolom keterangan buku pendaftaran nikah.

Pegawai pentjatat nikah di A memberitahu tentang pelapuran rudjuk jang diterimanja kepada pegawai pentjatat nikah di B, jang kemudian mentjatat hal rudjuk itu dalam kolom keterangan buku pendaftaran nikah sebagai tersebut diatas dengan ditambah keterangan, menurut surat pelapuran pegawai pentjatat nikah di Kenaiban A tanggal .......... No .........

 

Rudjuk dan nikah di A, talak di B.

Djika rudjuk dan nikah dilakukan di Kenaiban A sedang talak didjatuhkan di Kenaiban B. Ketika talak didjatuhkan di Kenaiban B. tentu sadja pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B memberitahu tentang talak ini pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban A (lihat aturan talak). Sekarang pegawai pentjatat nikah di Kenaiban A memberitahu pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B tentang rudjuk tersebut, sedang pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B ini mentjatat dalam kolom keterangan dari buku pendaftaran talak, bahwa si-isteri telah dirudjuk kembali, sebagai tersebut diatas dengan ditambahi keterangan:

,,Menurut surat pelapuran pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B, tanggal ......... No .......... paraf, tanggal.

 

C. Nikah, talak rudjuk dilakukan dilain-lain tempat.

Umpamanja nikah di Kenaiban A, talak di Kenaiban B, sedangkan rudjuk di Kenaiban B, maka pegawai pentjatat nikah di B, memberitahu tentang talak itu pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban A dengan permintaan supaja talak itu ditjatat dalam buku pendaftaran nikah (lihat aturan talak):

Oleh pegawai pentjatat nikah di Kenaiban A tentu telah dikerdjakan seperlunja.

Oleh pegawai pentjatat nikah di Kenaiban C, ketika ia menerima pelapuran rudjuk itu diberitahukannja pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B dan pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban A.

Pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B, mentjatat rudjuk itu dalam buku pendaftaran talak, sedang pegawai pentjatat nikah di Kenaiban A, mentjatat rudjuk itu dalam buku pendaftaran nikah.

Maksud peraturan-peraturan tersebut diatas ialah supaja si-isteri tahu tentang rudjuk itu tidak sadja dari pihak suami jang merudjuk, akan tetapi djuga dari pihak pegawai pentjatat nikah. Dalam Undang-undang No. 22 tahun 1946 tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk tidak diharuskan pegawai pentjatat nikah memberitahu tentang talak jang didjatuhkan atau rudjuk jang dilakukan pada si-isteri, pada hal akibat dari pada tidak memberitahukan pada isteri itu besar sekali, dari itu kekurangan dalam Undang-undang No. 22 tahun 1946 tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk tersebut diatas wadjib dilengkapi. Sering terdjadi seorang isteri jang telah ditalak oleh suamiuja kemudian dirudjuk kembali, akan tetapi oleh karena tidak diberitahu tentang rudjuk itu oleh suaminja atau pegawai pentjatat nikah, maka setelah waktu iddah sudah habis, akan nikah lagi dengan orang lain, tiba-tiba datang suaminja jang lama, mengemukakan, bahwa isterinja itu telah dirudjuk kembali, achirnja pernikahan itu tidak djadi dilangsungkan; atau telah nikah dengan orang lain kemudian datang suami jang lama, sehingga pernikahan jang baru itu dibubarkan.

Lebih menjedihkan lagi djika pernikahan jang baru itu sudah begitu rukun sehingga telah mempunjai anak.

 

Lain-lain kewadjiban.

Pasal 9.

 (1) Jang dimaksud dengan ajat ini ialah hal sebagai tersebut dibawah ini:

Ada seorang meninggal dunia, meninggalkan harta-benda. Ahli-warisnja tidak suka djika isterinja mendapat bagian dari warisan itu. Kemudian melapurkan pada pegawai pentjatat nikah, bahwa jang meninggal dunia itu telah menalak isterinja dengan talak ch‘i. Dengan tidak menjelidiki lebih du pegawai pentjatat nikah mentjatat pelapuran talak itu. Keadaan jang sebenarnja, si-suami tidak menalak isterinja. Kemudian warisan dibagi-bagi. Si-isteri dengan kedjadian sedemikian itu mendapat rugi. Djika pegawai pentjatat nikah itu teliti serta sebelum mentjatat pelapuran itu menjelidiki keadaan jang sebenarnja, maka si-isteri tentu akan dapat bagian dari warisan.

Kedjadian sebaliknja mungkin pa. Seorang isteri telah ditalak oleh suaminja. Sebelum suami meninggal dunia, masih dalam 'iddahnja si-isteri melapurkan bahwa ia telah dirudjuk kembali oleh suaminja. Pelapuran itu dengan tidak diselidiki lebih djauh ditjatat, kemudian si-isteri diberi surat rudjuk, jang sebetnja tidak dirudjuk.

Dengan djalan demikian si-isteri sesudah si-suami meninggal dunia sesudah habis iddah, maka si-isteri dapat bagian warisan, sedang ahli-waris mendapat kerugian.

Agar supaja para pegawai pentjatat nikah bekerdja dengan teliti, maka diadakan peraturan. bahwa mereka jang berkepentingan, djika oleh karena keteledoran pegawai pentjatat nikah mendapat kerugian, maka mereka itu dapat menuntut kerugian tersebut dari pegawai pentjatat nikah jang bertanggung-djawab.

(3) Menurut pasal 416 Buku Hukum Pidana, maka pegawai pentjatat nikah dapat dihukum pendjara selama-lamanja empat tahun, apabila ia memalsu atau membuat pemalsuan dalam buku pendaftaran nikah, talak atau rudjuk.

Menurut pasal 417 Buku Hukum Pidana tersebut pegawai pentjatat nikah dapat dihukum pendjara selama-lamanja lima tahun dan 6 ban, apabila ia sengadja menghilangkan, merusakkan pendaftaran nikah, talak dan rudjuk atau membuat buku-buku itu sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan lagi, tidak menghalang-halangi, bahwa buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk itu dihilangkan, dirusak atau dibuat sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan lagi, atau turut menolong menghilangkan, merusak atau membuat buku-buku itu sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.

Menurut pasal 416 Buku Pidana pegawai pentjatat nikah dapat dihukum pendjara selama-lamanja 6 ban atau didenda sebanjak-banjaknja Rp. 300.-apabila ja menerima pemberian atau djandji, sedang ia tahu, atau dapat mengira-ngira bahwa pemberian atau djandji itu ditudjukan untuk mempengaruhi kekuasaan atau hak-hak jang bergandengan dengan djabatan Pentjatat nikah atau jang disangka oleh jang memberi itu bergandengan dengan djabatan pentjatat nikah.

 

 

 

Lain-lain pasal sudah terang dan tidak perlu diberi pendjelasan.

 

Jogjakarta, 24 Djuni 1947.

Menteri Agama,

K. H. FATHOERRAHMAN.

 

 

 

 

Quelle: Ichtisar Parlamen Nr. 127+128, Oktober 1954 Tahun Ke-V